Senin, 19 September 2011

...Menyantap "mengapa?"...


Pagi ini Kau dan aku berencana menaiki bukit belakang rumah. Sekedar absen, karena sudah hampir tiga hari kita berada disini tapi tak kemana-mana. Aku terlalu sibuk melampiaskan kegilaanku akan masak memasak. Hari kehari hanya membicarakan makanan apa yang ingin kusantap untuk malam ini, lantas pagi hari menjadi ajang berburu bahan-bahan makanan di pasar tradisional dan saat menjelang sore semua kegitan tertumpah di dapur mungil itu. Kau memilih untuk diam. Tak ingin terlalu melibatkan diri dalam acara balas dendamku. Bagaimana tidak, delapan bulan aku di kota ini tak pernah kutemukan selera makanku yang sebenarnya di semua sajian di kota ini. Ditambah ke-tidak memadainya keadaan di flat untuk memasak sendiri. Dan inilah saat yang tepat untuk menumpahkan segala kegilaanku akan makanan. Hingga tak sadar, sudah beberapa hari kita disini tanpa kemana-mana.

Pagi ini kau dan aku berencana mengkhatamkan buku-buku yang kita gondol dari flat. Sekedar menikmati waktu-waktu berlibur yang tak terlalu panjang ini. Bukit belakang rumah menjadi tujuan kita. Diatas sana akan terlihat seisi kota mungil ini. Suasana yang pas untuk menimbulkan minat baca, menurutmu. Perjalanan dimulai saat matahari bertengger tepat diatas kepala. Beruntung, tak pernah kita rasakan panas disini. Udara menjadi terlalu sejuk di musim kemarau seperti ini. Bahkan memangkas jatah waktu mandiku  yang satu hari sekali menjadi dua hari sekali. Semata-mata bukan karena malas atau takut akan dingin tapi karena tak ada satu butir keringat pun yang berani menunjukkan diri dan berkurangnya pasokan air di rumah. So, dengan alasan “mencari keringat” kita pun mulai mendaki.

Tiupan angin kemarau sedikit mengoyangkan dungkul, kupukir harusnya aku mengenakan celana jeans panjang saja. Namun dinginnya tak cukup kuat mengoyahkan niat kita untuk terus menapaki bukit. Disana akan terbayar semua lelah dengan pemandangan kota yang masih di selimuti kabut dari ketinggian, indahnya tak terperi.

Matahari perlahan mulai menyapu semua kabut, namun tak demikian angin yang bertiup. Angin seolah berkhianat ingin memudarkan niat kita, tiupannya semakin menggila. Pepohonan di sekitar kita bergoyang hebat ditiupnya, suara gesekan dedaun mengisyaratkan ancaman. Dedaun yang mengering tak kuasa meninggalkan rantingnya, tak kuat lagi terus menggantung disana, terombang ambing dipermainkan angin kemarau.

Kita mencoba terus menepakki jalan yang semakin menanjak itu. Mencoba terus saling menguatkan, namun kita tak kuasa untuk terus melanjutkannya. Di tengah perjalanan, gambaran kota mungil nan indah dipuncak sana perlahan mulai memudar. Langkah kita menyurut, setapak yang kita tapaki semakin terjal dan kita memilih untuk menawar hati, berharap dapat terpuaskan dengan kemampuan yang ternyata hanya terbatas disini. Lantas kita mencari saung kosong yang memungkinkan untuk kita menikmati bekal buku-buku yang kita bawa sambil menikmati pemandangan kota mungil ini meski tak akan seindah diatas sana. Tak mengapa, setidaknya kita masih bersama.


Kita putuskan untuk berhenti di sebuah saung yang kita temukan diantara pepohonan rimbun. Pepohonan bambu yang menjulang menggantikan pepohonan pinus yang banyak tumbuh di puncak bukit, beberapa pohon berbunga merah marun yang tak kutahu namanya juga ada disana, daunnya hampir habis tertiup angin kemarau dan menyisakan bunga merah marun yang mulai menguning diranting. Saung mungil itu tepat menghadap kota mungil. Tak terlalu tampak megah memang, namun hati kita cukup terpuaskan. Kita rebahkan lelah sejenak diatas dipan bambu yang mulai berlumut itu sambil menanti mood baca kita datang, buku-buku yang kita bawa dengan setia menanti untuk segera bercerita.

Tak lama buku-buku itu mulai kita buka, namun kita gagal menemukan nikmatnya. Sesuatu yang mengganjal hati kita kembali mendesak untuk di tuntaskan. Kau dan aku tahu akan hal itu sejak awal kita rencanakan liburan ini, bahkan jauh sejak kita mulai hubungan ini. Sesuatu yang telampau sulit di redam logika dan hanya perasaan saja yang mampu berkata-kata disana. Rasa yang kita miliki sesungguhnya menemukan refleksinya masing-masing di dalam diri kita, namun jalannya rasa ini akan begitu berat untuk terus kita jalani. Terlalu banyak yang akan terluka, karena kau dan aku begitu sadar cacatnya perasaan ini dan kita tak mau ke“aku”-an kita mengoyak segalanya.

Jangan tanya “mengapa?”, aku tak bisa menjawabnya. Terlalu banyak pertanyaan yang sama dalam hidupku, andai kau tahu. Mengapa ini? Mengapa itu? Mengapa aku? Mengapa kau? Mengapa bertemu? Mengapa bersama? Mengapa kita sekarang disini? Hingga sekarang pun pertanyaan-pertanyaan sial itu terus mengusik mimpi-mimpi indahku. Dan kita hanya terdiam saat jawaban itu tak kunjung memuaskan kita. Yang kita butuhkan adalah keputusan, namun kau dan aku sepakat untuk tak memutuskannya sekarang. Biar hening menemukan damainya diantara kita.

Saung kecil berlumut itu tak cukup nyaman untuk terus kita diami. Suara gesekan daun bambu yang tertiup angin kemarau semakin terdengar mengancam, menutupi cahaya matahari yang mencoba menembus rimbunnya. Angin yang bertiup juga semakin hebat berhembus membuat keadaan semakin dingin, membuat jarak kita sama sekali tak menawarkan hangat. Lantas kita putuskan untuk menyudahi piknik singkat kita. Angin kemarau yang seolah memusuhi kita membawa kita kembali menuju rumah.

Liburan kita akan segera usai. Kau dan aku terus menanti keputusan itu hingga benar-benar memaksa untuk dijalani, namun untuk saat ini biarkan segalanya kulampiaskan di dapur mungil rumah ini. Kali ini aku memasak bukan hanya karena balas dendam akan selera yang tak tepenuhi di kota, melainkan ingin melampiaskan segala perasaan tak puas akan “mengapa?” yang ada di hidupku. Menuangkan semua perasaan tak enak yang menumpuk di hati kedalam wajan panas. Kau boleh meragukan kemampuanku di dapur namun jika sudah begini, bisa kupastikan aku lah chef yang paling bisa membantai semua perasaan tak enak diatas makanan yang akan kusaji lezat di hadapanmu.


Beberapa jam kemudian, aku kembali dari dapur dengan sajian yang akan menjadi makan malam kita. Tak perlu hiraukan rasanya, nikmati saja selahap mungkin, seperti aku melahap semuanya. Melahap semua “mengapa?-mengapa?” dan semua perasaan tak enak yang ada di hidup kita. Aku tahu rasa tak akan pernah ingkar, namun nikmati saja, seolah semua benar-benar nikmat untuk kita reguk, mungkin memang lebih baik begitu adanya. Seusai kita santap, kuharap kita dapat bersulang ceria di akhir acara dinner aneh ini. Bersulang untuk semua orang-orang yang kita cintai, yang mencintai kita, yang merasa tahu yang terbaik untuk kita, untuk hidup, untuk cinta yang tak pernah adil, untuk dunia dan segala kemunafikannya. Semoga di akhirnya kita dapat saling melempar kata “selamat tidur, semoga mimpi indah...” dan saling mendoakan sebelum akhirnya menutup mata kita yang lelah diatas masing-masing peraduan yang sedingin udara kemarau di bukit belakang rumah. Semoga...          

[BDG 19092011, 11.23]

 [Ada Soundtrack-nya jg loh! wkwkwk...] Already Gone by Kelly Clarkson

Remember all the things we wanted
Now all our memories, they're haunted
We were always meant to say goodbye
Even with our fists held high
It never would have worked out right, yeah
We were never meant for do or die...

I didn't want us to burn out
I didn't come here to hurt you now I can't stop...

I want you to know
It doesn't matter where we take this road
Someone's gotta go
And I want you to know
You couldn't have loved me better
But I want you to move on
So I'm already gone

Looking at you makes it harder
But I know that you'll find another
That doesn't always make you wanna cry
It started with the perfect kiss then
We could feel the poison set in
"Perfect" couldn't keep this love alive
You know that I love you so
I love you enough to let you go

I want you to know
It doesn't matter where we take this road
Someone's gotta go
And I want you to know
You couldn't have loved me better
But I want you to move on
So I'm already gone

I'm already gone, already gone
You can't make it feel right
When you know that it's wrong
I'm already gone, already gone
There's no moving on
So I'm already gone

Ahhhh already gone, already gone, already gone
Ahhhh already gone, already gone, already gone

Remember all the things we wanted
Now all our memories, they're haunted
We were always meant to say goodbye...

I want you to know
It doesn't matter where we take this road
Someone's gotta go
And I want you to know
You couldn't have loved me better
But I want you to move on
So I'm already gone

I'm already gone, already gone
You can't make it feel right
When you know that it's wrong
I'm already gone, already gone
There's no moving on,
So I'm already gone