![]() |
Hujan by Arif Nug |
Hujan perlahan mulai turun. Sebagian besar kepadatan di ruas jalan hilang seketika disapu hujan. Para pengguna sepeda motor mulai berhimpitan di plataran toko mencari tempat teduh. Dan sepertinya cangkir berisi kopi susu milikku akan mendapat pendamping, beberapa bungkus roti kelapa. Suasana pengap sekitar berganti sejuk bersama tiupan angin yang membawa percik-percik air hujan.
Diujung jalan terlihat beberapa sosok tubuh kecil yang basah karena hujan. Bocah-bocah penikmat hujan. Mereka berlompat lompatan kegirangan, terlihat seperti menari. Hujan semakin deras seolah turut memeriahkan pesta kecil para bocah-bocah hujan itu. Gemuruh kecil turut memeriahkan pesta kecil mereka, beradu bersama tawa ceria para bocah.
Aku tersenyum mendapati diriku yang seolah turut berpesta bersama para bocah pecinta hujan itu. 10 tahun silam seolah terulang bersama rintik hujan yang datang membawa jutaan kenangan bersama para sahabatku. Kami yang menggilai hujan sama seperti para bocah itu. Hujan yang selalu kami tunggu hadirnya. Aku dan sahabat terbaik, kami adalah penikmat hujan.
![]() |
http://www.isavo.com/pic409/rain-pictures.htm |
Gak ada yang lebih menyenangkan saat kita membicarakan impian-impian kita bersama, saat semua teman-teman asik membicarakan dada Indah si bunga desa yang bertambah besar, saat semua teman-teman mulai tau nikmatnya mabok dengan cimeng murahan. Kita seolah tak menghiraukan ejekan-ejakan mereka yang mengatakan kita berkelakuan bagai anak TK. Siapa yang perduli! Dunia yang kita punya jauh lebih berwarna, itu yang telah kita sepakati.
Hujan mengurai kisah kita...
Pernah satu ide aneh meluncur dari kita untuk mengabadikan persahabatan yang kita punya dengan meningkatkan levelnya menjadi persaudaraan karena cukup pelik untuk mencari satu defenisi lain untuk hubungan yang kita agung-agungkan ini. Pita warna warni itu menjadi pengikat rasa ini. Pita-pita yang menjadi simbol kebersamaan kita. Hujan saat itu merintik mesra saat pita-pita itu terkait di pergelangan kita. Dirasa kurang sakral maka kita mengubur beberapa benda-benda kesayangan kita dalam suatu bungkusan yang kita anggap kapsul waktu. Lukisan-lukisan bodoh kita, mainan, komik, potongan-potongan puzel.
Ternyata ada rindu yang terkubur, yang seketika meluap hangat memenuhi hati ini. Ada sedikit perih terselip di tiap potongan-potongannya. Perih yang sempat membuat hubungan yang selalu jadi kebangaan ini hancur tertelan waktu. Mungkin tak ada yang tersisa lagi dalam benak kalian wahai sahabat. Mungkin aku yang terlalu mengagungkan hubungan ini, berharap persahabatan ini akan selamanya. Dan kenyataannya waktu yang kita tapaki jauh berbeda. Rasa dewasa menuntut kalian untuk beranjak dari persahabatan ini, dan menyisakan aku yang terseok-seok membawa kenangan bersama kalian mengejar waktu.
Bagaimana seandainya aku dapat menceritakan kisah ini kepada kalian langsung? Aku sungguh penasaran akan raut wajah kalian saat mengingatnya kembali. Terasa konyol mungkin, namun sungguh semua ini tak terlupakan bagi ku. Tak terpikirkan lagi oleh kita telah jadi apakah benda-benda yang telah kita kubur di masa itu. Mungkin hanya jadi makanan cacing, mengurai menjadi tanah.
Para pecinta hujan di luar menari-nari mendapati hujan yang semakin deras, tak memperdulikan gemuruh yang seolah menggeram hebat. Sebagian para pengendara motor yang bertedu di teras toko menutup telinganya, ngeri dengan suara gemuruh.
Kusimpan kembali potongan-potongan kenangan itu dengan regukan hangat kopi susu. Mereguknya sekali, tak mau kehilangan hangatnya. Dan hangat benar-benar merasuki tubuhku. Karena kopi atau kenangan-kenangan ini...
[Pita itu masih tersimpan di satu kotak tempatku menyimpan barang-barang yang kuanggap berharga, wahai sahabat...MDN:15.44:28082010]