Minggu, 03 Oktober 2010

Bagai Jingga & Biru

Me & a half of my soul

Siang ini kita putuskan untuk mengungkapkan saemua perasaan yang berkecamuk di hati ini. Ini adalah hari terakhir kita di kota yang selalu membawa kesenangan ini dan aku tak ingin membawa perasaan yang membuat kita seolah lupa bagaimana merangkai waktu yang selalu kita anggap sahabat untuk kita bunuh. Demikian menyesakkan dada, hingga tak mungkin kita tunda lagi.

Tak seperti biasa, kali ini kita memilih tempat tak jauh dari dermaga lama, karena sedikit sulit untuk menemukan tempat seluas lapangan, tempat kita biasa bersuaka, melebur segalanya di kota jingga. Atau sebenarnya kita hanya malas mencari, karena rasa ini tak mungkin tertahan lagi, kian menyesak. Namun entah mengapa tempat ini juga selalu menjadi pelabuhan perasaan kita di kota biru, kota yang tanpa kita duga-duga akan menjadi tempatmu meretas mimpi.

Dari sini dapat kulihat perbedaan biru laut dan langit yang seolah ingin menyatu di ujung cakrawala. Itu sebabnya kota ini kita sebut kota biru. Seolah tertular, kurasakan biru mulai menyelimuti kita, kau dan aku semakin tak dapat menahan perasaan yang membuncah di dada. Biru semakin merasuk.


"Kau gak boleh nyerah!! jalani mimpimu!!"


Kita saling menatap. Dapat kulihat dimatamu katakutan yang juga kutakutkan. Ketakukan yang dari tadi tak bisa kita sembunyikan. 

Kau katakan kau takut kehilangan cermin yang selalu bisa kau anggap apasaja. Demikian juga aku, namun aku yakin kau akan menemukan bahagiamu di kota ini, akan ada banyak cinta yang akan kau tuai di kota ini, dan bagiku itu cukup menjadikanku bahagia. 

"Aku akan baik-baik saja dan aku yakin kau juga akan baik-baik juga, karena disini kau akan menemukan banyak cinta. Biarkan kota jingga menjadi bagianku..."

Tak ada niat untuk menjadikan hari ini menjadi perpisahan yang menyedihkan. Namun biru benar-benar telah menelan kita. Satu persatu perasaaan yang tak terungkap beberapa hari ini mengalir bersama biru. Bahagia, sedih, kesal, cemburu dan cinta, semua bercampur, mewarna di tawa dan tangis kita. Semua menguap seketika di telan debur ombak yang menghantam dinding pembatas laut. Seperti buih yang terhempas dan menghilang di garis pantai. Kita menyadari satu hal dalam pembicaraan penuh emosi ini, bahwa cinta yang kita punya tak kita tanggapi dengan bijak hingga menjadi kebodohan-kebodohan yang hampir menghapus segalanya dari kita. 

Kini saat kau dan aku akan terpisah jarak, kita semakin yakin, kita saling memiliki, saling membutuhkan untuk saling menguatkan, untuk membagi semua mimpi yang menggunung ini hingga kadang terasa menghimpit, membebani. Ketakutan yang sejak tadi menghantui kita sedikit menghasut. Ketakutan akan kehilangan kebahagiaan-kebahagian kecil yang kadang orang anggap konyol, kesedihan-kesihan yang selalu kita tertawakan, rahasia-rahasia kecil yang tak butuh deklarasi karena ia akan selalu indah bersama misterinya. Tak perlu dunia tahu, cukup kita yang tahu betapa indahnya 'dunia' kecil yang selau kita bagi ini.

"Genggam tanganku erat..." Bisikku, sekedar ingin menghapus ketakutan yang membawa ragu ditengah-tengah kita. Aku sungguh ingin kau tetap disini menjalani mimpi yang selalu kita agung-agungkan. Aku akan baik-baik saja, karena melihatmu bahagia meretas mimpi telah menjadi bagian dari mimpiku juga. 


Tanganmu, tanganku saling menggenggam. Kurasakan jari jemarimu, dingin.


"Genggam lebih erat!!" Sekedar ingin meyakinkanku, bahwa kau akan selalu menjadi milikku, separuh jiwaku.


"Ayo! Lebih erat lagi!!" Aku ingin kau tahu, akupun akan selalu menjadi milikmu. Sungguh! Aku dan kota jingga akan selalu ada untukmu.


"Lebih, lebih erat lagi!!" Rasakan semua. Aku tahu ini bukan yang terakhir.


Kau tak perlu kawatir. Tak ada yang harus kau risaukan disini. Biarkan kota jingga menjadi bagianku, semoga aku dapat menaklukkannya. Genggam kita semakin erat, memastikan semuanya akan baik-baik saja. Kita telah menyepakatinya, ini bukan perpisahan, sungguh bukan perpisahaan melainkan jalan kita untuk menemukan kebahagiaan yang sudah seharusnya menjadi milik kita.





Angin laut bertiup menyapu sejuk pipi kita yang basah karena tangis, namun senyum tersungging penuh suka di wajah kita. Tak ada lagi yang tersembunyi, tak ada lagi kawatir dan ragu. Di depan birunya laut dan langit kota ini kita ungkap semuanya, semoga Tuhan mendengar doa-doa yang kita lepas di ujung biru. Dunia kecil kita kembali menemukan alasan untuk kembali berputar riang, dan aku yakin dia akan selalu menemukannya.

Aku dan kau bagai laut dan langit. Walau pertemuan mereka di cakrawala sesungguhnya adalah semu, namun tahukah kau bahwa mereka saling mengindahkan satu sama lain, saling merefleksi. Seindah jingga lembayung dan biru laut di petang hari. Percayalah, aku akan selalu menjadi cerminmu tanpa harus menjadi bayang-bayang yang mengikutimu.


Mimpi-mimpi kembali terikrar diantara kita. Tak terlalu menuntut, nikmati saja. Hidup selalu punya kejutan agar tetap memikat. Kita hanya perlu mempersiapkan diri untuk tawa, tangis, pertemuan, perpisahan yang menjadi bagian dari kejutannya.

Kali ini kita tak menunggu senja turun. Waktu kita tak banyak, kota jingga telah menanti untuk kujejaki dan kutaklukkan.Toh kita maish bisa menikmati senja berdua lagi lain waktu. Liburan kita usai, atau lebih tepatnya liburan ku karena sesungguhnya kau hanya pulang menjemput mimpi. Dan aku bahagia...

[...Genggam tanganku selalu. Kita akan selalu mengindah seperti lembayung jingga dan biru samudra... MDN:19.55:021010]  

           

6 komentar:

Anonim mengatakan...

>> Blue Girl

...
Debur ombak siang itu seolah jadi lagu pengiring yg paling pas buat kita..
Buat semua suasana yg hendak kita urai diantara percikan Jingga - Biru yg_jujur ku akui.._begitu sangat mewarnai hariku 7 tahun terakhir ini.

Aku tak sanggup lagi tuk menyimpan lebih lama lagi smua rasa yg bergemuruh genderang bertalu-talu..
Aku butuh cermin itu lagi tuk memutuskan pilihan ini!
Meski ku tahu bahwa kita sedang di kota yg berbeda..,
tak ada bentangan rumput hijau yg biasa mendengar bisikan lantang kita dan isak tangis hingga di gelak tawa yg menyatu tanpa batas..

Ternyata hari ini kita benar2 tlah melihat batas itu..
Batas antara Jingga dan Biru kala senja,
PUTIH!
Kosong..

[ Sanggupkah kita melukis putih itu dengan warna mimpi dan bahagia yg slalu kita goreskan meski tak saling beriringan..?! ]

Anonim mengatakan...

mengapa harus jauh disuatu tempat jika juga tak temu arah dan ujungnya. bknkh kita bisa menciptakan sendiri jingga dan biru itu agar dapatkan apa yang menjadi harapan hati.

ingatlah hai kedua insan yang terdampar pada jingga dan biru, urusan hati bukan KOMPROMI demi sekedar NEGOSIASI DIRI melainkan "ketukan sebuah pintu" yang berujung kenyamanan hidup

M. Remie mengatakan...

For my "Ms. Biru"
Karena dalam putih kuharap kita dapat bertemu, utuh...

Rofie :
Gw setuju ma lo fie...
Tp untuk kali ini, urusan hati satu ini gw harus KOMPROMI untuk sekedar NEGOSIASI DIRI, karena ketukan ku gak selamanya dapat membuka pintu itu... Hanya mencoba bersikap "BIJAK" atas cinta yang kuharap tak buta seperti orang bilang kebanyakan...

Untuk tempat, semua hanya kebetulan saja...

Anonim mengatakan...

RE : "karena ketukan ku gak selamanya dapat membuka pintu itu", duuuh.. .. duka nya dikau sobat.
mau sampe kpn kekokohan mu itu fren. kl terus dilanjutkan bisa bisa ada yang lu manfaatin ntr..sekedar penawar NEGO.
ayooo dunk, kasian tuh suasana hatinya

sepiluu inikah kau kaWan!!!

-OZ-

M. Remie mengatakan...

Yups!! Justru gw lg berdamai sm hati. Gak brduka kok gw, sungguh!! Karena gw tau hati gw punya kekuatan maha dahsyat buat mengeksekusi apapun yang akan selanjutnya lo jalani!!

Tenang, gw gak bakal se-naif itu...

M. Remie mengatakan...

Oopss! satu lagi!! Fie ada kepikiran yg re tulis prosa gak?? Berarti sukses dong re mainin emosi pembaca!!

Tolong dibaca lg, dalam tulisan ini gw justru melepas bukan memaksakan kehendak jdi kata2 "mau sampe kpn kekokohan mu itu fren. kl terus dilanjutkan bisa bisa ada yang lu manfaatin ntr..sekedar penawar NEGO" sama sekali gak ngena...

heheheeee... rajin2 mampir ke blog gw ya fren!!

Posting Komentar