Rabu, 09 Februari 2011

...aku, sepi dan ocha...


Lonely days Copyright All rights reserved by OverLinG

Hari ini sungguh terasa hambar. Hampir tak ada yang membuatku bersemangat barang sedikit. Demikian pula cuaca hari ini. Gerimis yang turun membuat waktuku sedingin batu es yang mengambang diatas segelas air soda, menunggu perlahan mencair di waktu makan siangku. Sungguh pilihan menu yang tak tepat, hanya menambah dingin suasana saja.
Kukelilingi plaza terdekat yang dapat ku capai dengan berjalan. Sengaja, dengan begitu kuharap dapat sedikit menghabiskan waktu yang terasa sangat panjang dan membosankan. Langkah demi langkah kutepaki serasa hampa sehampa langkah di treadmill dengan bonus berkurangnya lemak ditubuh. Kukunjungi beberapa gerai dengan tujuan yang sama, hanya sekedar window shopping, aku kehilangan minat berbelanjaku. 

Saat ini waktu memilih bermusuhan denganku, dia seolah berwujud dihadapanku, seperti uluran-uluran tali yang tak habisnya ku telusuri, bayangkan betapa monotonnya dan membosankannya pekerjaan seperti itu - merunut tali super panjang dami menemukan ujungnya yang sayangnya tak ada.

Gerimis semakin tak dapat ditolerir, rintiknya semakin girang berjatuhan dari langit saat baru saja aku akan beranjak dari plaza sumpek itu. Dan terdamparlah aku bersama puluhan pengunjung lain yang menumpuk di mulut plaza menunggu hujan reda. Sekarang aku adalah bagian dari orang-orang yang selalu menjadi kejahilan pikiranku. Tentang hal yang mereka kenakan, tentang gaya yang kadang membuatku cekikikan, tentang cara mereka berbicara, tentang cara mereka berjalan, manusia-manusia sosial konsumtif. Tak baik memang berpikiran seperti itu, karena sesungguhnya diriku pun jauh dari kata sempurna, namun aku selalu tergoda  untuk melakukannya. Seperti melihat acara lifestyle faporit di Discovery Channel atau National Graphic. Namun kini aku merasa terjebak dalam acara yang mulai terasa konyol.

Gerimis pun mereda, perlahan kerumunan itu mulai berkurang. Satu persatu pergi, menyisakanaku yang masih berdiri seolah menanti. Dan saat gerimis itu benar-benar mereda aku malah berharap ia datang kembali. Dengan begitu setidaknya aku punya alasan untuk tetap berdiri disini. Kupandangi langit, mencari pelangi diantara senja yang keemasan. Namun dasar nasib kurang beruntung, aku tak menemukannya. 

Para pedangang yang menjajakan berbagai barang dagangannya mulai membuka gerai kaki lima mereka tepat di depan halaman plaza. Mulai dari perlengkapan anak muda jika ingin tetap diakui ke-gaulannya hingga hewan-hewan peliharaan yang unik atau malah aneh. Yang unik dan aneh justru menarik perhatianku. Aku beranjak dari temapatku yang hampir membatu menyusuri pelataran kaki lima. Anak-anak kucing berhidung pesek dan berbulu kumal itu mengeong saling bercanda, membuat beberapa pengunjung menggeram aneh tanda ia begitu menyukai tingkah si anak kucing. Anak-anak anjing yang lebih kalem saling berkerumun saling menghangatkan, dari matanya yang meminta perhatian terpantul wajahku. Kasihan, gumamku dalam hati kepada anak-anak anjing itu atau kepada bayangan yang terpantul di mata mereka. Selebihnya adalah hewan yang terlalu dipaksa menjadi peliharaan. Hamster, tikus, cicak warna-warni, kadal, ular, burung hantu, tupai, tokek dan biawak dengan ukuran mini, ya, biawak. Aku bergidik geli, membayangkan seekor biawak berkeliaran bebas di kamarku, aku pun segera berlalu. 

"Home sweet home." kata yang kuharap dapat meluncur lugas sepenuh hati dari mulutku, faktanya tak demikian. Kamar 4 x 3 bercat hijau lumut ini terasa pengap, namun keadaan memaksaku untuk mengakrabinya. "Home sweet home." bisikku frustasi.

Kuletakkan sembarang ransel hitam yang hampir seharian bergelayut di pundakku dan beberapa paper bag berisi tea set yang tadi kubeli. Ku raih novel yang terletak di rak yang disesaki tumpukan-tumpukan baju. Tak ada yang pilihan lain yang dapat kupilih untuk kukerjakan. Eat, Pray, love karya Elizabeth  Gilbert tak kehilangan pesonanya untukku. Ini bagai oase lain yang siap menampung bosanmu dengan cerita yang menginspirasi. Baru dua halaman mood-ku kembali anjlok. Aku kehilangan minat baca.

Tak banyak yang dapat kulakukkan, termasuk kegiatan yang selalu kulakukan di saat-saat membosankan seperti ini - merokok - aku berusaha sekuatnya untuk tak menghisapnya barang sebatang. Hari ini baru saja ku ikrarkan untuk stop buat rokok, terlalu banyak omongan-omongan mengarah kepadaku tentang kebiasaanku yang mereka anggap jelek. Andai mereka tau betapa nikmatnya hisapan rokok. Tapi tak mungkin kulanggar, aku terlanjur sesumbar di akun facebook, sekarang semua orang tahu dan terlalu terkesan cemen untuk melanggarnya hari ini juga.


Dari lantai tiga, tempat kamarku berada terlihat landscape kota Bandung yang berbukit-bukit. Bandung tak sesejuk dahulu, begitu kata mereka tapi malam ini kurasa udara begitu menusuk membawa sisa-sisa hawa sejuk gerimis tadi sore, memaksaku untuk segera masuk kekamar. Diatas kasur keras, tempatku biasa tenggelam bersama mimpi-mimpi di kota ini aku mencoba menemukan hal yang mungkin dapat sedikit menyenangkan paling tidak menyibukkanku.


Ku putar suara empuk John Legend menyanyikan lagu andalannya "this time"  berulang-ulang, melengkapi suasana malam ini. Lalu mataku tertuju ke paper bag berisi tea set jepang yang kubeli tadi, mengundang minat ku untuk menghampirinya. Kuperhatika, sebuah teko bundar, mungil dan bercorak khas negeri sakura itu dengan beberapa cangkir-cangkir mungilnya yang bercorak seragam, mengkilap memantulkan bayangku di permukaan halus porcelinnya. Tak ada salahnya kucoba, pikirku. Lantas kupanaskan air seketika dan menuangkannya kedalam teko percelin mungil yang sebelumnya kutuang bubuk ocha, teh jepang bonusan dari pembelian tea set ini. Asap putih mengepul di atas teko, warna air menghijau perlahan pertanda teh siap untuk dinikmati. Kutuang penuh perasaan kedalam cangkir mungilnya, mencoba sedikit menikmati tea time-ku yang sepi ini. Kutiup perlahan permukaan cangkir berisi teh sebeumnya kuhirup aroma hangatnya. Sungguh tak pernah sedikitpun ku tahu bagaimana seni menikmati teh sebenarnya, namun sepi memaksaku untuk lebih lihai lagi menyiasati getir yang ia suguhkan. Atau aku hanya berpura-pura menikmatinya saja.

Saat hangatnya kurasa cukup dapat di tolerir oleh lidahku, aku mengecap dan meneguknya perlahan. Pahit, seketika menyergap mulutku. Ku ingat satu kata dalam novel, "...dan sebodoh apa orang yang menuang gula ke dalam ocha, sepercuma orang membuang garam ke dalam laut...", begitu kira-kira. Ya sudahlah, toh dari tadi pahit yang ditawar sunyi telah kukecap. Kembali kutuang ocha kedalam ke empat cangkir-cangkir mungil itu. Cangkir pertama aku bersulang untuk kebijaksanaan yang selalu kupuja. Cangkir kedua adalah cita-cita dan harapan, ketiga adalah cinta dalam hidupku, keempat... aku tak tahu, anggap saja kesehatan, sudah terlalu banyak omongan tentang tubuhku yang terus membengkak. Kuangkat cangkir-cangkir mungil berisi ocha pahitku.Aku bersulang kepada waktu yang seolah berwujud dihadapanku. Cheers!!, kureguk seketika, tak ingin sejuknya suasana merebut hangatnya dariku. Pahitnya sunyi menyengat sekujur mulutku.

Tiba-tiba, disela acara tea time sakralku terdengar handphone-ku berbunyi, pertanda pesan singkat diterima.

"Dear... Bulan depan kami kesana!", begitu bunyi pesan itu. Segaris senyum terbit di wajahku.

Suara empuk John Legend mengalun merambati udara malam, terus, berulang-ulang...         

1 komentar:

Anonim mengatakan...

brasa sekali aslinya..., kereeeeeeeeeeeeenzz.

ditunggu 'ocha' nya ya..., xixiiii...

emang re.., sunyi nan kian memahit sungguh menyebalkan.., apalagi hampa ikut2an nimbrung. serasa lengkaplah sudah kelam hidup.

terus berjuang untuk free 'asap' on the body ya boy.., agar lu tetap semakin keren dan hebat.

kali ini ceritanya sangat masuk dan menyentuh, begitu liat judul aku sangat sangat tertarik dalam pesona sepi, sebab aku pernah menghadapinya..., lu menyingkap tabir nikmatnya secangkir teh lewat hirupan itu sungguh menyehatkan re..., lalu kelana lewat langkah kaki membuat cerita semakin hidup...
end...
dengan ending "sapaan sms", membuatku terkenang dalam kisah nyata beberapa tahun lalu. sebuah spirit yang sangat menggugah, hingga terhanyut dalam intimidasi cinta.., luarbiasa RE.

ai laik kit..
-OZ-

"now, your heart is asking you sobat!!"

Posting Komentar