Minggu, 04 Oktober 2009

...keping rasa...



          Saat ini yang kubutuh hanya kamu. Kamu yang selalu memenuhi lamunanku. Kamu yang tak beranjak dari otakku. Wajah itu, senyum itu, bibir itu, mata itu, hidung itu, nafas itu, hangat itu, benar-benar mengintimidasiku. Anggap aku gila, karena itu yang ku rasa terhadapmu. Jatuh cinta mungkin, atau hanya rindu sesaat.

          Saat ini aku hanya ingin kau tahu. Kegilaan ini semakin mengusik ruang hatiku yang nyaman. Ruang hati yang berisi jutaan keping pazel yang melengkapiku. Engkau seperti caos di antara kompleksnya rasa cinta. Laksana tamu yang sekian lama ditunggu namun kedatangannya sungguh mengguncang seluruh kesadaranku memahami konsep cinta. Separuh jiwaku menolak kehadiranmu yang merubah haluan hidupku dengan badai mahadahsyat, dengan ombak yang siap menggulungku kapan saja hingga tersungkur memohon. Ataukah itu hanya ego seorang laki-laki yang tak mau terlihat lemah di depan siapapun.

          Telah kukatakan sejujurnya padamu. Isi hatiku. Perasaan ini, perasaan yang kau anggap berlebih. Bukan perbedaan yang memisahkan kita. Tapi justru kesamaan ini, ego ini, yang masing-masing membangun tembok kokoh membatasi. Aku yakin kau tahu itu.

          Logika, realistis, itu yang selalu keluar dari mulutmu. Kita tak mungkin bersama, kita tak mungkin saling mencinta. Dan sekarang, kumohon tolong jelaskan apa yang kurasa? Atau kau hanya ingin menguji eksistensi cinta? Selamanya atau sementara? Kegilaan apa yang membuatku terus memikirkanmu? Rindukah? Namun, atas dasar apa rindu itu berani mengusik kedamaianku menjalani tiap milidetik hidupku?

          Satu dunia ini akan menentang kita, mungkin itu yang kau pikir. Tapi aku sungguh tak peduli. Oase yang ku cari ada di dirimu. Keteduhan yang memuaskan dahaga yang kian lama bertengger di tenggorokanku. Tak pernah kurasa kegilaan begini sebelumnya. Kegilaan yang memecah batas antara rasa dan logika.

          Diam-diam kusematkan doa saat kau mencumbu bibir ini. Saat kau gandeng lembut lidah ini, saat kau bakar aku dengan neraka merah mudamu. Aku berharap suatu saat doa itu kembali menemukan jalannya, memuntah dari mulutmu atau akan bersemayam terus di relung hatimu. Menjadi abadi dalam ingatanmu, meski sekalipun kau caba menghapusnya. Doaku hanya ketulusan.

          Cinta, mungkin itu dapat menjelaskan rasa yang kini kukecap. Alasan yang meruntuhkan semua tatanan logika. Andai dapat kupilih jalan untuk lebih rasional, berpikir semua hanya pertualangan yang tak akan mengikat siapapun dengan kata cinta, namun aku tak bisa. Aku tak bisa membohongi rasa ini. Rasa yang begitu meluap liar tak terkendali, esensi dari cinta yang tak berbalas, rindu yang begitu salah.

          Andai engkau tahu yang aku rasa. Andai enkau rasa apa yang membuatku sebegini gila. Kau akan merasa jantungmu berdetak salah, darahmu mengalirkan gelisah, udara yang kau hirup adalah racun tapi rasa itu begitu nyata dan tak tahu harus kau aplikasikan bagaimana. Andai kau merasa apa yang aku rasa, kau pasti tak akan menganggapku aneh lagi.

          Kau katakan kita hanya sahabat, cintamu hanya sebatas sahabat, karena sahabat bagimu lebih agung dari status apapun, melebihi seorang kekesih sekalipun, begitu katamu. Sahabat bisa menampung apapun curahan sahabatnya, sahabat akan selalu ada saat kita membutuhkannya, selalu terbuka apapun yang ia rasa dan alami, tak segan menyapa, tak ragu menegur, tak ada rahasia. Namun kau tak begitu kurasa. Sikapmu tak seperti seorang sahabat. Kau bersikap lebih atau malah kadang terlalu tertutup dan mengapa harus aku yang harus kebagian tugas sebagai seorang sahabat. Kuharap kata “sahabat” bukan obat penenang jiwaku yang kau anggap sakit. Karena aku tahu pasti apa penyakitku, dan penawar-penawar apa saja yang akan menyudahi rasa sakit ini. Penawar-penawar itu sama pahitnya, apapun pilihannya. Penawar pertama, harus ketegak bulat-bulat kenyataan kalau kemungkinan kita bersama hanya mimpi ribuan manusia yang juga mengalami cinta begini dan akhirnya melupakanmu. Penawar kedua adalah menjalani cinta yang tak pasti, cinta yang bagai lorong panjang sedang kita tak pernah tahu apa yang menunggu di ujung lorong sana. Lorong gelap dengan jalan penuh ludah hina namun dengan suka cita akan kita geret harapan ini hingga menemukan kebenarannya, cinta seutuhnya, imortalitas yang mendamba.

           Aku cuma tak ingin mengingkari hati ini, maka ku hamparkan selembar “aku” di hadapmu. “aku” yang tanpa harus kau baca dengan senang hati bercerita seluruh tentang aku. “aku” yang putih dihadapanmu atau malah bernoda karena kau telah mengetahui segalanya. Perasaan ini, kegilaan ini. “aku” yang telanjang, mencoba untuk tidak menutupi apapun darimu. Sekarang tergantung padamu memandangku malu, jijik atau malah mengabadikannya sebagai satu ketulusan.

          Dan kini kau memilih untuk menghindar. Dari semua kegilaan yang mulai kutularkan sedikit demi sedikit. Aku tahu kau tak akan pernah terima perasaan yang tak kenal logika ini. Kau gariskan jarak, berharap semua akan usai bersama waktu. Tapi aku tertinggal di sini, di waktu kita bersama-sama, di waktu pertama kau sapa aku, di sore hari ketika kita bercerita di bawah jembatan, berteduh dari terpaan hujan, di waktu bersama kita selami nikmatnya bercumbu dengan adrenalin memacu memuncak. Tertatih meniti hati mengejarmu yang semakin menjauh.

          Andai dapat kulupakan semuanya dan menganggapnya hanya satu pengalaman. Bagiku, kau adalah soulmate, belahan jiwa, keping pazel yang makin melengkapiku walau tak seutuhnya kau dapat ku miliki. Hanya bayang-bayang yang membentuk satu kenangan. Hanya itu yang tersisa.

          Masih dapat kurasakan aroma nafasmu menghembus lembut di hidungku, tempertur hangat tubuhmu yang sangat kusuka, saat tubuhmu mendekapku, saat tanganmu menggenggam erat tangan ini dan masih dapat kurasakan merdunya detak jantungmu saat berdetak kencang, semerdu bunyi detik diputaran waktu. Aroma tubuh itu yang seolah menempel ditubuh ini dan selalu siap menyeretku kembali dan semakin terpuruk.

          Bila saja jurang luas ini dapat kuseberangi. Aku ingin menjadi burung elang yang melintas gagah diatas tajamnya batu-batu di di bawah jurang atau aku ingin menjadi air yang medamba cakrawala, memancur berani menuju dasar jurang, melintasi tiap lekuk kasarnya jalan dan akhirnya bermuara di samudra  tak berbatas demi untuk menggapaimu.

          Baik, aku menyerah. Aku hangus terbakar dan yang tersisa hanya abu tak berharga. Namun kenangan bersamamu akan kubingkai dalam pigura paling indah. Kupajang menjadi salah satu penghias yang akan memenuhi ruang hatiku. Keping pazel yang sedikit sukar disatukan dengan yang lain, namun dengan ke ikhlasan kuharap keping itu akan melengkapi. Sekarang kuhela nafas dan akan kujalani hidup ini dengan segala yang Dia beri. Aku telah bermetamorposis. Berharap semua akan memperkaya ku dan aku bukan aku yang sama lagi…

[keping perasaan untuk seseorang yang tak akan pernah bisa kumiliki, karena ku sadari cinta tak mengikat justru melepas : Medan : 100609 :02.34]

2 komentar:

f mengatakan...

waowwwwwww... u emg brbkt jd pnyair pan, u bs mengungkapkan isi hati u & smua unek2 u k dalam tulisan dgn kata-kata seorang pujangga! ya... mskipun q g ngerti setiap kata dr tulisan u(maklumlah q g kaya akn kata2)tp q ngrti arti tulisan u & apa yg u rasain(maybe). q suka bgt tuh pragrp 9 yang da kata sahabat & prgrp 13 masih qurasakan aroma nafasmu......... & mnurut q itu adalah seuatu yg dipikirkan & d rasakan stiap orang yg d mabok CINTA....

M. Remie mengatakan...

He..he....he.......
Pengalaman bgt kayany ya pak!!
Gw percaya lo bs ngerasai apa yg gw tulis....
Thanks udah komen! baca yg lainnya jg ya!
Thanks bro!

Posting Komentar