Selasa, 20 Oktober 2009

Soulmate


Tiga hari ini kususuri malam dengan perasaan tak menentu. Aku tak tahu perasaan apa ini. Perasaan yang kian menghantam memoriku tentang dia. Dia yang telah menemaniku selama hampir 8 tahun dengan segala keterbatasan suka dan duka. Hatiku gundah, tak tahu harus berbuat apa. Aku telah menghancurkan segalanya.

Aku merasa kehilangan sesuatu. Sesuatu yang selalu melengkapi ketidak sempurnaan ini. Tak tahu pasti apa itu, namun sangat menyesakan ketiadaanya. Jiwaku mungkin yang tertinggal bersamanya. Jiwaku yang ternyata sangat membutuhkan kehadirannya di hati ini.

Mungkin ego yang berucap malam itu. Malam dimana segalanya hancur berkeping-keping saat kuputuskan untuk melepas cintanya. Saat itu juga hatiku menyesali segalanya, namun aku bingung, dia terlanjur tersakiti. Aku tak mungkin menghentikan jalinan hati yang baru saja kurajut bersama sosok baru itu, tapi aku tak ingin kehilangan dia. Mustahil rasanya kujalani hubungan dengan kebohongan, namun dia terlanjur terluka. Maafkan aku.  

Kupejamkan mata berharap hitam segera menggandengku melupakan segalanya tapi kali ini hitam pun seolah tak berpihak denganku. Hitam membawa semua kenangan tentangmu, semua perbedaan-perbedaan yang membuat kita terikat saling mengisi, semua mimpi-mimpi kecil yang bertumpuk mengusang di dasar ingatan berharap suatu saat akan terwujud. Hatiku merasa pilu, tak terima keadaan ini, dimana harus kukubur dalam-dalam perasaan cinta ini, melupakan semua mimpi-mimpi bersama. Terlalu indah untuk sekedar menjadi kenangan tanpa kenyataan.

Kita tak akan pernah tahu seberapa penting suatu hal sebelum kita benar-benar kehilangan dan kita tak pernah tahu apa yang kita rindukan hingga sesuatu itu  benar-benar muncul dihadapan kita, begitu bunyi kalimat bijak yang pernah kudengar dan kini benar-benar kualami sendiri. Mungkin aku hanya jenuh dengan hubungan yang sebenarnya sangat kuingini ini. Jenuh yang menutupi rasa yang sekarang mengelegak keluar. Jenuh yang menawarkan cinta semu, cinta yang sesungguhnya hanya berwujud rasa yang ingin lepas sejenak. Tanpa sadar, aku telah berbuat dua kesalahan sekaligus. Menyakiti orang-orang yang kusayang dan kehilangan cinta yang ternyata begitu kubutuhkan. Jenuh bagai tabir yang menutupi sejati.

Hangat penyesalan menggaris pilu pipi ini. Tangis penyesalan yang membasuh bersih keraguan. Ternyata pilihanku adalah semu dan dialah yang sejati, yang aku butuhkan sesungguhnya, dia yang telah kucampakan dan kusakiti hatinya. Kesal semakin tak bisa kutahan. Aku sungguh tak menginginkan ini, aku hanya berusaha mencari yang terbaik untukku dan sekarang aku menemukannya sekarat tak tersentuh, tak terkecap lagi. Kuharap belum terlambat. Kukirim beberapa pesan singkat untuknya. Tak ada balasan. Aku semakin frustasi dan lebih memilih berdoa, tak tahu harus berbuat apa lagi.    

Kusadari, detik ini aku merindunya. Sesuatu yang ternyata adalah pasangan jiwa. Hitam ternyata sungguh sahabat yang bijak, ia menuntunku menyusuri hati dan hati sungguh sejujur putih, memperlihatkan apapun yang tertoreh tak satu pun goresan luput. 

Kini hanya doa yang bisa kuucap penuh harapan. Dan waktu, semoga engkau segera menunjukan jalan mana yang selanjutnya akan kutempuh. Bersamanya atau melupakan segalanya karena aku yakin semua ada waktunya. Pertemuan dan perpisahan, awal dan akhir, namun kebahagiaan harus tetap menjadi pelabuhan terakhir hidup ini. Aku percaya semua akan indah pada waktunya.

Biarkan keadaan ini mendefenisikan perasaan kita yang sesungguhnya. Menemukan kebenaran rasa yang selama ini kita kecap. Malam ini aku telah menemukannya. Aku mencintainya, dan semoga juga menemukan kebenaran hatimu.

Perlahan hitam benar-benar memelukku. Membawaku jauh kealam mimpi…

[Maafkan aku, cinta... Medan, 11:10:09]

0 komentar:

Posting Komentar